"Implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Banyumas" Universitas Wijayakusuma Purwokerto Fakultas Hukum Kelas B Semester 5
Implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Banyumas
Abstrak
Pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan. Hal ini mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan. Pembangunan ketahanan dan dan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis dalam penyediaan pangan pokok masyarakat. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009, yang bertujuan untuk menjaga keberlangsungan lahan pertanian sebagai sumber pangan dan mata pencaharian masyarakat. Undang-undang ini menekankan pentingnya perlindungan lahan dari alih fungsi yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Dalam konteks ini, UU No. 41/2009 menetapkan bahwa lahan pertanian pangan berkelanjutan harus dilindungi melalui pengaturan yang jelas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan penyusunan peta spasial. Selain itu, undang-undang ini memberikan kewajiban kepada pemilik lahan untuk memanfaatkan tanah sesuai peruntukan dan menjaga kelestarian lingkungan. Meskipun demikian, implementasi undang-undang ini menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya kesadaran masyarakat dan data yang akurat mengenai lahan pertanian. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk mengoptimalkan perlindungan lahan pertanian dan mencapai tujuan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak UU No. 41/2009 terhadap kebijakan perlindungan lahan pertanian serta mengidentifikasi tantangan dalam implementasinya di lapangan.
PENDAHULUAN
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Indonesia menjadi isu yang sangat penting dalam konteks ketahanan pangan nasional. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, di mana sektor pertanian berperan sebagai pilar utama dalam perekonomian. Namun, dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan pertanian akibat urbanisasi, industrialisasi, dan pertumbuhan populasi, perlindungan terhadap lahan pertanian menjadi semakin mendesak. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (UU LP2B) dirumuskan untuk menjawab tantangan ini dengan menetapkan kerangka hukum yang jelas dalam melindungi lahan pertanian.
Lahan pertanian pangan berkelanjutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UU LP2B, adalah bidang lahan yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Dalam konteks ini, perlindungan lahan tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi juga sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, UU ini bertujuan untuk menjamin tersedianya lahan pertanian yang produktif dan mencegah alih fungsi lahan yang merugikan.
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan:
- Melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
- Menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan
- Mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan
- Melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani
- Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat
- Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani
- Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak
- Mempertahankan keseimbangan ekologis
- Mewujudkan revitalisasi pertanian.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan salah satu produk hukum yang ditujukan untuk menjaga ketersediaan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dimaksudkan agar lahan pertanian yang produktif tidak beralih fungsi. Tidak dapat di pungkiri bahwa pertumbuhan jumlah penduduk dan permintaan lahan yang meningkat setiap tahunnya, pada akhirnya lahan pertanianlah yang menjadi imbasnya, terjadi persengketaan antara petani dengan pengembang, petani dengan pemerintah daerah dan sebagainya.
Meskipun UU LP2B memberikan landasan hukum yang kuat untuk perlindungan lahan pertanian, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan lahan, data yang tidak akurat mengenai luas dan kondisi lahan pertanian, serta alih fungsi lahan yang terus berlangsung menjadi beberapa masalah utama. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas UU Nomor 41 Tahun 2009 dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan serta mengidentifikasi langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk meningkatkan implementasinya.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) seharusnya mempunyai visi yang jauh kedepan paling tidak dapat menjadi panduan selama 20 tahun masa berlakunya. Dalam menyusun rencana tata ruang perlu memperhatikan aspek penggunaan tanah dan penguasaan tanah. Kedua aspek tersebut sangat menentukan kualitas dan kesesuaian dengan kondisi wilayah kota surakarta. Sehingga kemungkinan adanya penetapan kawasan pertanian dimana dalam kawasan tersebut telah berdiri bangunan permukiman dapat diantisipasi.
Adapun perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Banyumas merupakan upaya penting dalam menjaga ketahanan pangan dan keberlangsungan sektor pertanian. Berikut adalah kebijakan dan langkah-langkah yang diambil dalam konteks perlindungan lahan pertanian:
Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
- Keputusan Bupati Banyumas Nomor 521/684 Tahun 2022
- Pembentukan Kelompok Kerja
- Penyusunan Rekomendasi Perlindungan
Dengan memahami tantangan dan peluang dalam perlindungan lahan pertanian melalui UU PLP2B, diharapkan dapat tercipta kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam menjaga ketahanan pangan nasional serta kesejahteraan petani di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, baik dalam penelitian yang bersifat sosiologis atau empiris maupun yang bersifat normatif. Jenis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan empiris, adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum (kodifikasi, undang-undang atau kontrak).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam mengimplementasikan sebuah peraturan, maka tak luput dari adanya beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi berlakunya kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 dinyatakan bahwa Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah “bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional”[1]
[1] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Banyumas merupakan langkah strategis untuk menjaga ketahanan pangan dan keberlangsungan sektor pertanian. Berikut adalah kebijakan dan langkah-langkah yang diambil dalam konteks perlindungan lahan pertanian di daerah ini:
Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan:
- Keputusan Bupati Banyumas Nomor 521/684 Tahun 2022
Keputusan ini menetapkan kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Banyumas. Dalam keputusan ini, ditetapkan luas lahan pertanian yang akan dilindungi serta langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah alih fungsi lahan. Keputusan ini juga mengacu pada revisi Peraturan Daerah RTRW Provinsi Jawa Tengah No. 16 Tahun 2019.
- Pembentukan Kelompok Kerja
Melalui Keputusan Bupati Banyumas Nomor 521/196 Tahun 2022, dibentuk kelompok kerja yang bertugas menyusun rekomendasi perlindungan lahan pertanian. Kelompok kerja ini melibatkan berbagai instansi terkait, termasuk Dinas Pertanian, Bappeda, dan Kantor Pertanahan, untuk mengkoordinasikan upaya perlindungan lahan.
- Penyusunan Rekomendasi Perlindungan
Dalam rapat yang diadakan di Purwokerto, kelompok kerja membahas penyusunan rekomendasi perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Rapat tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk Wakil Bupati Banyumas dan kepala dinas terkait, untuk memastikan bahwa semua aspek perlindungan lahan diperhatikan.
Langkah-langkah Implementasi:
- Penghitungan Ulang Lahan Pertanian
Dilakukan penghitungan ulang terhadap luas lahan pertanian yang dilindungi berdasarkan hasil pengolahan data dan ground check. Luas lahan baku sawah yang dilindungi ditetapkan sebesar 26.394 hektare, sementara rekomendasi LP2B mencapai 30.262,48 hektare yang mencakup lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan. Bertujuan untuk memastikan semua data akurat dan representatif terhadap kondisi lahan saat ini.
- Sosialisasi kepada Masyarakat
Pemerintah daerah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lahan pertanian dan dampak negatif dari alih fungsi lahan. Kesadaran masyarakat menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan sektor pertanian
- Data Spasial dan Pemantauan
Penyusunan peta spasial kawasan pertanian pangan berkelanjutan menjadi bagian penting dalam pengawasan penggunaan lahan. Data spasial ini digunakan sebagai acuan dalam perencanaan tata ruang dan pengendalian alih fungsi lahan.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun terdapat kebijakan yang mendukung perlindungan lahan pertanian, beberapa tantangan masih harus dihadapi yaitu:
- Alih Fungsi Lahan: Permintaan akan lahan untuk perumahan dan infrastruktur sering kali mengancam keberadaan lahan pertanian.
- Kurangnya Koordinasi Antar Instansi: Diperlukan sinergi antar instansi pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan perlindungan lahan dapat diterapkan secara efektif.
- Keterbatasan Data: Ketersediaan data yang akurat mengenai luas dan kondisi lahan pertanian menjadi tantangan dalam perencanaan dan pengawasan.
KESIMPULAN
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Banyumas merupakan upaya penting dalam menjaga ketahanan pangan dan keberlangsungan sektor pertanian. Dengan adanya kebijakan yang jelas, pembentukan kelompok kerja, serta penyusunan rekomendasi perlindungan, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang mendukung keberlanjutan pertanian. Namun, tantangan seperti alih fungsi lahan dan kurangnya koordinasi antar instansi perlu ditangani secara serius agar tujuan perlindungan lahan dapat tercapai secara efektif.
SARAN
- Pemerintah daerah harus menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang jelas dan tegas dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 41/2009.
- Pemerintah daerah perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya petani, mengenai pentingnya perlindungan lahan pertanian. Hal ini untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat.
- Pemerintah daerah harus menyusun peta spasial lahan pertanian pangan berkelanjutan secara akurat dan komprehensif. Data yang akurat sangat penting untuk perencanaan dan implementasi perlindungan lahan.
- Pemerintah daerah perlu melakukan koordinasi yang baik dengan pihak swasta dan masyarakat dalam upaya perlindungan lahan pertanian. Kolaborasi antar pemangku kepentingan sangat diperlukan.
- Pemerintah daerah harus menegakkan peraturan terkait larangan alih fungsi lahan pertanian pangan secara tegas. Hal ini untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan yang dapat mengancam ketahanan pangan.
- Pemerintah daerah perlu menyediakan insentif dan kemudahan bagi petani yang melestarikan lahan pertaniannya. Ini sebagai bentuk penghargaan dan motivasi bagi petani.
Dengan menerapkan saran-saran tersebut, diharapkan implementasi UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat berjalan lebih optimal di Kabupaten Banyumas.